Sementara itu, berdasarkanJDIH Kemenkeu, Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang digunakan memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.
Jika debitur cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak mengedarkan melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang tersebut bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor yang -lain. Kedudukan diutamakan yang disebut sudah barang tentu tidaklah mengurangi preferensi piutang-piutang Negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang dimaksud berlaku.
Kemudian, dalam Undang-Undang Pokok Agraria yang tersebut ditunjuk sebagai hak atas tanah yang mana dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, kemudian Hak Guna Bangunan, sebagai hak-hak atas tanah yang wajib didaftar.
Gugatan diajukan oleh BNI untuk menjunjung prinsip-prinsip hukum yang tersebut berlaku. Alasan lainnya, BNI ingin mempertahankan hak atas jaminan debitur bank pelat merah tersebut. Kabar terakhir menyebutkan, baik BNI maupun Danamon telah lama melakukan diskusi untuk menemukan penyelesaian atas kasus ini.
Untuk diketahui, kesulitan jaminan PT Power Clutch ini bukan pertama kali terjadi. Perusahaan ini pernah digugat oleh Danamon pada 2019 akibat sudah melakukan wanprestasi atau mengingkari perjanjian terhadap Danamon.
Saat itu, PT Power Clutch harusnya membayar Rp59,16 miliar kepada bank tersebut. Perkara ini bergulir ke Mahkamah Agung dengan putusan Power Clutch Indonesia harus membayar seluruh utangnya kepada Bank Danamon.
MA juga menyatakan sah atas jaminan tanah yang mana diberikan oleh Power Clutch. Dengan penjamin atas nama Direktur Utama Handy Cahyadi. Ada dua bidang tanah masing-masing seluas 1.560 m2 kemudian 584 m2 yang digunakan terletak di area Kabupaten Badung, Provinsi Bali.