Pemprov Jabar ikuti PP Nomor 51 tahun 2023 untuk tentukan UMP-UMK

  • azzar
  • Nov 13, 2023
Pemprov Jabar ikuti PP Nomor 51 tahun 2023 untuk tentukan UMP-UMK
Hari ini atau besok disebar ke ketenagakerjaan masing-masing kabupaten kota

altmantransportlogistics.com – Bandung – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat mengikuti aturan baru yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang pengupahan dalam menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) juga Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2024.

"Kami menggunakan PP 51 2023 Tentang Pengupahan, pada tempat situ ada formula untuk rumus kenaikan upah minimum kemudian juga indeks atau alfa yang yang disebut mempunyai rentang 0,1 sampai 0,3," ucap Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin dalam Gedung Sate Kota Bandung, Senin.

Dengan terbitnya PP 51 2023 tentang pengupahan, kata Bey, Dewan Pengupahan Jabar harus berkoordinasi juga menggunakan aturan itu untuk turut menghitung kenaikan UMP juga juga UMK dalam Jawa Barat.

"Jadinya saya harap dewan pengupahan segera merumuskan upah minimum di tempat tempat antara 0,1 kemudian 0,3 itu di dalam dalam alfa nya. Hari ini atau besok disebar ke ketenagakerjaan masing-masing kabupaten kota," katanya.

Terkait adanya penolakan buruh terhadap aturan itu, Bey mengatakan dirinya akan melakukan pertemuan bersama buruh, namun hal ini akan menunggu keputusan dari Disnakertrans masing-masing kota terlebih dahulu.

"Kami menunggu dulu yang dimaksud dari Nakertrans. Insya Allah penetapan UMP lalu UMK akan sesuai dengan waktu yang dimaksud mana ditentukan," ucapnya.

Sebelumnya, Ketua DPD KSPSI Jabar, Roy Jinto Ferianto mengatakan pihak buruh menolak aturan PP 51 tahun 2023 itu untuk menentukan UMP/UMK 2024, oleh sebab itu dinilai merugikan para buruh.

"Kaum buruh menolak formula perhitungan penetapan upah minimum yang dimaksud dimaksud tertuang dalam PP 51 Tahun 2023, sebab sangat merugikan buruh dengan adanya pembatasan kenaikan upah minimum," ucap Roy saat dikonfirmasi.

Roy menjelaskan, aturan itu menjadi salah satu faktor untuk menurunkan persentase kenaikan upah, mengingat variabel indeks tertentu dengan rentang 0,1-0,3 dikalikan dengan pertumbuhan ekonomi.

"Ini menimbulkan diskriminasi, kenaikan upah minimum dimana sebagian daerah upah minimum akan menggunakan formula pertumbuhan sektor perekonomian ditambah inflasi kali alfa," tuturnya.

Post Terkait :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *